WhatsApp adalah ciptaan dua sahabat, Brian Acton dan Jan Koum. Mereka cukup susah payah dalam membesarkannya.
Hingga keluar dari Facebook pun banyak drama yang tercipta.
Tak
berlebihan jika mengatakan saat ini, WhatsApp adalah layanan messaging
yang fenomenal.
Lahir tahun 2009, laju WhatsApp sukar dihentikan hingga
jumlah pemakainya milaran orang.
Rasanya hampir semua pengguna
smartphone saat ini menggunakan WhatsApp untuk berkomunikasi. Tapi,
WhatsApp diciptakan penuh perjuangan.
Dihimpun dari
berbagai sumber, Koum yang saat ini berusia 44 tahun,
lahir dan dibesarkan di sebuah desa di Ukraina, sebuah negara di Eropa
Timur.
Ayahnya seorang manajer konstruksi dan ibunya tidak bekerja alias
ibu rumah tangga.
Tahun 1990 ketika Koum berusia 14 tahun, sang calon pendiri WhatsApp
dan sang ibu berimigrasi ke Mountain View, Amerika Serikat.
Langkah ini
dipandang paling aman karena gejolak politik dan gerakan anti Yahudi
makin besar di Ukraina. Ayahnya berencana menyusul, namun keburu
meninggal dunia tahun 1997.
Di AS, Koum dan ibu hidup kekurangan.
Ibunya bekerja sebagai pengasuh bayi dan Koum kadang menyapu toko untuk
mendapat upah.
Bahkan mereka hidup dengan makanan subsidi dan tinggal di
apartemen yang juga dibiayai pemerintah.
Cobaan kembali datang setelah
ibu Koum didiagnosa kanker dan meninggal dunia di tahun 2000.
Meski
bandel, Koum adalah bocah yang pintar. Saat baru berusia 18 tahun, dia
sudah berinisiatif untuk belajar networking komputer secara otodidak.
Tak hanya itu, dia juga bergabung dengan klub hacker berjuluk w00w00.
Setelah
lulus SMA, Koum diterima di San Jose State University. Sambil kuliah,
dia bekerja sambilan di beberapa tempat.
Suatu hari tahun 1997, dia
bertemu dengan Brian Acton yang kala itu pegawai Yahoo dan berteman
akrab.
Koum melamar ke Yahoo dan diterima sebagai teknisi infrastruktur.
Inilah awal persahabatan yang akan melahirkan WhatsApp.
Menciptakan WhatsApp
Beberapa waktu kemudian, keduanya
memutuskan resign dari Yahoo dan liburan sejenak, lalu coba mendaftar ke
Facebook tapi tidak diterima.
Jadi pengangguran, Koum dan Acton hidup
dengan uang pesangon sembari mencari peluang.
Nah Januari 2009, Koum
membeli iPhone dan menyadari peluang besar bisnis aplikasi melalui App
Store.
Koum mematangkan ide aplikasi yang ia namai WhatsApp. Di 24
Februari 2009, ia mendirikan WhatsApp Inc meski aplikasinya belum jadi.
Setelah jadi, aplikasinya kerap bermasalah dan hanya sedikit yang mau
memakai. Ya, rilis pertama WhatsApp di Mei 2009 tak sesuai ekspektasi.
Terlebih, WhatsApp belum sepenuhnya layanan pesan, hanya aplikasi untuk membuat status.
Koum terus berpikir mengembangkan WhatsApp.
Akhirnya dia punya
ide menjadikan WhatsApp sebagai aplikasi messenger yang menggunakan
kontak di ponsel sebagai jejaring serta nomor HP untuk login.
"Mampu
menjangkau setiap orang di belahan dunia lain secara instan, di
perangkat yang selalu bersama Anda, waktu itu itu adalah sesuatu yang
hebat," kata Koum.
Halangan kembali datang karena setelah bereksperimen memakai WhatsApp
harus berbayar, jumlah download menurun. "Kami tumbuh cepat ketika
gratis, 10 ribu download per hari.
Dan ketika kami memberlakukan
pembayaran, mulai menurun sampai hanya seribu per hari," kisah Acton.
Akhirnya
diputuskan user cukup membayar sekali dalam setahun.
Fitur baru pun
ditambahkan pada akhir 2009 yaitu kemampuan mengirim pesan gambar, yang
membuat WhatsApp mulai menarik perhatian.
WhatsApp versi 2.0 kemudian
cukup meledak dan digunakan 250 ribu user aktif.
Walau awalnya
kurang mulus, WhatsApp lalu lepas landas dan jadi sangat populer.
Para
pemodal berebut ingin mewawancarai Koum dan Acton untuk kemungkinan
pemberian modal.
Pada akhirnya, WhatsApp diakuisisi Facebook pada tahun 2014 senilai USD 19 miliar.
Pecah kongsi dengan Mark Zuckerberg
Acton dan Koum pun kaya raya dan sempat beberapa tahun gabung di Facebook untuk memimpin WhatsApp.
Karena perbedaan visi dengan Mark Zuckerberg, keduanya memutuskan resign dengan drama yang cukup menghebohkan.
Acton
yang pertama resign pada akhir 2017, menyusul kemudian Koum pada
pertengahan 2018.
Dia rupanya menyesal karena merasa mengorbankan
privasi user dan membiarkan WhatsApp terancam dirasuki iklan, setelah
Facebook membelinya.
Baik Acton maupun Koum memang anti iklan.
Facebook tentu ingin investasinya yang sangat besar pada
WhatsApp bisa kembali.
Maka beragam cara monetisasi pun dilakukan oleh
jejaring sosial terbesar di dunia itu, termasuk dengan iklan.
"Pada
akhirnya, aku menjual perusahaanku. Aku menjual privasi user. Aku
membuat pilihan dan berkompromi. Dan hal itu selalu mengusikku setiap
hari," sebut Acton.
Acton bahkan sempat terang-terangan mengatakan seruan untuk
'memboikot' jejaring sosial besutan Mark Zuckerberg itu saat geger
skandal Cambridge Analytica.
"Sudah saatnya," tulisnya singkat, dengan
disertai tagar #deletefacebook.
Adapun Koum lebih kalem di mana
alasan kenapa dia resign tidak ia katakan dengan jelas, namun kuat
dugaan tidak jauh beda dari alasan Acton.
Acton kemudian gabung sebagai
investor dan pendiri Sinal, pesaing WhatsApp yang dianggap aman, bahkan
mengucurkan dana ke layanan itu.
Dari kesuksesan WhatsApp,
Koum dan Acton sudah kaya raya. Kekayaan Koum menurut Forbes di kisaran
USD 10 miliar.
Ia punya banyak rumah mewah dan pacar cantik jelita.
Adapun harta Acton di kisaran USD 2,5 miliar.