Imam Malik dan Imam Syafi’I sangat akrab. Layaknya guru dan murid
mereka kerap duduk bersama, tidak jarang keduanya berdebat tentang
sebuah ilmu.
Pada kesempatan tersebut Imam Malik menerangkan bahwa rezeki
sudah diatur oleh Allah, Bisa datang tanpa sebab dan manusia cukup
bertawakal dengan benar, maka Allah akan memberikannya rezeki.
Imam Malik berkata, “Lakukanlah yang menjadi bagianmu, selanjutnya
biar Allah mengurus lainnya.” Apa yang diterangkan oleh Imam Malik
tersebut beliau menukil sebuah hadis dari Rasulullah SAW yang artinya:
“Andai kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal,
niscaya Allah akan berikan rezeki kepada kalian sebagaimana Dia
memberikan rezeki kepada burung yang pergi dalam keadaan lapar lalu
pulang dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad).
Mendengar apa yang diterangkatan oleh sang guru, Imam Syafi’i
langsung menyampaikan pendapat yang mana pendapat tersebut berseberangan
dengan yang disampaikan oleh sang guru.
Beliau berpendapat bahwa rezeki
tentu harus dicari sebagaimana burung tadi yang harus keluar dari
sarangnya.
Imam Syafi’i berkata, “Wahai guru, seandainya seekor burung tidak
keluar dari sangkarnya, bagaimana mungkin ia akan mendapatkan rezeki?”
Setelah itu, Imam Malik dan Imam Syafi’i tetap berpegang pada pendapat
masing-masing.
Hingga dalam kesempatan yang lain, Imam Syafi’i yang tengah
jalan-jalan melewati sejumlah petani anggur yang tengah memanen
anggurnya.
Karena Imam Syafi’i merupakan seorang yang alim, meski tanpa
diminta bantuan Imam Syafi’i membantu para petani tersebut memanen
anggur.
Setelah selesai memanen kemudian beliau diberi imbalan berupa
beberapa ikat anggur.
Atas kejadian tersebut, Imam Syafi’i semakin
senang dan yakin bahwa pada dasarnya rezeki mesti dicari seperti apa
yang baru saja ia kerjakan.
Imam Syafi’i pun berniat menemui Imam Malik untuk membuktikan bahwa
rezeki itu harus dicari.
Sesampainya di pondok, Imam Malik tengah duduk
santai di serambi pondok.
Imam Syafi’i lantas berkata, “Kalau saya tidak
keluar pondok dan melakukan sesuatu (membantu panen anggur), tentu saja
anggur itu tidak akan pernah sampai di tangan saya.”
Imam Malik yang mendengar perkataan muridnya itu tersenyum dan
kembali menimpali pendapat Imam Syafi’i.
“Seharian ini memang aku tidak
keluar pondok hanya mengambil tugas sebagai guru, dan sedikit
membayangkan alangkah nikmatnya kalau dalam hari yang panas ini aku bisa
menikmati anggur.
Tiba-tiba engkau datang sembari membawakan beberapa
ikat anggur untukku. Bukankah ini juga bagian dari rezeki yang datang
tanpa sebab?
Cukup dengan tawakal yang benar kepada Allah niscaya Allah akan
berikan rezeki.
Lakukan yang menjadi bagianmu, selanjutnya biarkan Allah
yang mengurus lainnya,” terang Imam Malik yang kemudian membuat
keduanya saling tertawa.
Begitulah sejatinya perbedaan yang dicontohkan oleh para alim dalam
menyikapi perbedaan, berbeda pandangan tidak perlu diperdebatkan
mati-matian, apalagi saling menyalahkan. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar