Genap setahun sudah pecinta sepakbola tidak lagi menyaksikan aksi sang legenda Madrid di pertandingan resmi.Siapa tak kenal Roberto Carlos, legenda sepakbola asal Brasil yang berdedikasi terhadap dunia sepakbola selama dua dekade terakhir, sebelum akhirnya memutuskan pensiun 1 Agustus 2012, genap setahun yang lalu.
Berposisi di garis pertahanan, Carlos bukanlah bek biasa. Pemain kelahiran 10 April 1973 ini dikenal sebagai bek kiri paling ofensif sepanjang sejarah sepakbola.
Agresivitas Carlos dalam membantu serangan bisa dilihat dari rekor 101 gol di 820 pertandingan sepanjang kariernya. Angka yang cukup fantastis buat seorang bek. Lalu, apa yang membuat Carlos memiliki naluri menyerang yang begitu tinggi? Ternyata, pemain yang menyabet Piala Dunia 2002 bersama Selecao ini justru mengawali kariernya sebagai penyerang. Ditambah dengan tendangan bebas keras dan terukur (169km/jam) serta kecepatan lari yang mumpuni, tidak heran jika Carlos kemudian disebut-sebut sebagai bek sayap terbaik yang pernah dimiliki Brasil.
Selama 21 tahun malang melintang di lapangan hijau, boleh dibilang kariernya bersama Real Madrid yang paling mentereng. Carlos gabung ke Santiago Bernabeu pada 1996 dan menjadi pilihan utama Los Blancos di bek kiri hingga 11 tahun kemudian. Selama berseragam Madrid, dia melakoni 584 pertandingan di semua kompetisi dengan torehan 71 gol. Carlos juga menjadi pemain asing dengan penampilan terbanyak di La Liga dengan 370 penampilan, setelah memecahkan rekor sebelumnya yang dipegang Alfredo di Stefano (329 pertandingan) pada Januari 2006.
Tergabung dalam era Los Galacticos dalam era kepemimpinan Florentino Perez, pemain dengan tinggi badan 168 cm ini menyabet serentet gelar, mulai dari empat trofi La Liga, tiga Piala Super Spanyol, tiga Liga Champions, dua Piala Interkontinental dan sebiji Piala Super Uefa pada 2002.
Nama: Roberto Carlos da Silva Rocha
Tempat, Tanggal Lahir: Sao Paulo, 10 April 1973
Posisi: Bek kiri
Klub: Uniao Sao Joao (1991–1993)
Palmeiras (1993–1995)
Internazionale (1995–1996)
Real Madrid (1996–2007)
Fenerbahçe (2007–2009)
Corinthians (2010–2011)
Anzhi Makhachkala (2011–2012 | Koleksi Gelar
Palmeiras Campeonato Brasileiro Seri A (2): 1993, 1994 Campeonato Paulista (2): 1993, 1994 Torneio Rio-Sao Paulo (1): 1993
Real Madrid
La Liga (4): 1997, 2001, 2003, 2007
Supercopa de Espana (3): 1997, 2001, 2003
Liga Champions (3): 1998, 2000, 2002
Piala Interkontinental (2): 2008, 2002
Piala Super Eropa (1): 2002
Fenerbahçe
Piala Super Turki (2): 2007, 2009
Brasil
Piala Dunia: 2002
Piala Konfederasi (1): 1997
Copa Amerika (2): 1997, 1999 |
Melihat sederet medali yang berhasil direbut Carlos, bukan berarti karier sepakbolanya selalu berjalan mulus. Saat di Inter misalnya, kebersamaan Carlos dengan Biru Hitam cuma bertahan semusim sejak hijrah ke Giuseppe Meazza dari Palmeiras pada 1995. Perbedaan pendapat dengan arsitek Inter ketika itu, Roy Hodgson, memaksa Carlos pergi ke Bernabeu untuk memulai era keemasannya.
Selepas membela Madrid Carlos menjajakan kakinya ke klub lain, Fenerbahce (2007-2009), Corinthians (2010-2011) sampai akhirnya berlabuh ke klub kaya Anzhi Makhachkala. Sebuah insiden rasisme sempat menimpa Carlos bersama tim asal Rusia pada pertandingan versus Zenit St. Petersburg pada Maret 2011. Sebuah pisang dilemparkan penonton ke dekat Carlos.
Insiden serupa terjadi tiga bulan kemudian pada laga tandang di Krylia Soveto v Samara. Dalam insiden rasisme ini, pemain 38 tahun melempar balik pisang ke pinggir lapangan, kemudian meninggalkan area pertandingan sebelum peluit akhir dan mengacungkan dua jari ke arah penonton, sebagai indikasi ini untuk kedua kalinya kasus rasisme ditujukkan kepadanya.
Prestasi Carlos bersama timnas tidak kalah bagus dengan level klub. Carlos sempat mencicipi manisnya gelar Piala Dunia 2002 usai membekuk Jerman di partai puncak. Salah satu highlight kariernya bersama Selecao adalah tendangan bebas ke gawang Prancis di laga pembuka Tournoi de France, 3 Juni 1997. Dia melepaskan tembakan keras dari jarak 35 meter di sisi kanan dengan menggunakan kaki kiri. Bola meluncur deras dan tampak akan meninggalkan lapangan, tapi yang terjadi justru di luar dugaan. Si kulit bundar melengkung ke sisi kiri dan berhasil merobek jala Fabien Barthez.
Carlos lebih dulu memutuskan pensiun dari level timnas setelah Selecao kalah 1-0 dari Prancis di perempat-final Piala Dunia 2006.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar