Rabu, 15 April 2020
Gejala Baru Virus Corona, Kulit Merah dan Gatal-gatal
Ahli Perancis baru-baru ini mengatakan bahwa virus corona SARS-CoV-2
dapat menyebabkan gejala dermatologis seperti pseudo-frostbite (radang
dingin semu), kulit kemerahan yang kadang menyakitkan, dan gatal-gatal.
Menurut
Persatuan dokter spesialis kulit dan penyakit kelamin Perancis (SNDV),
gejala dermatologis itu memengaruhi tubuh di luar sistem pernapasan dan
kemungkinan terkait dengan infeksi virus corona baru penyebab Covid-19.
Banyaknya pasien Covid-19 yang melaporkan gejala di atas semakin
menguatkan bahwa hal ini berhubungan dengan infeksi virus corona.
"Gejala dermatologis dapat muncul tanpa disertai gejala pernapasan," ungkap SNDV dalam siaran persnya seperti dilansir The Jerusalem Post.
Sekitar 400 pakar kulit di Perancis telah mendiskusikan gejala baru ini melalui grup WhatsApp khusus.
Mereka menyoroti lesi kulit yang mungkin terkait dengan tanda Covid-19 lainnya seperti masalah pernapasan.
Untuk diketahui, lesi kulit adalah jaringan kulit yang tumbuh abnormal, baik di permukaan atau di bawah permukaan kulit.
Dari
diskusi itu diketahui bahwa tidak semua pasien Covid-19 mengalami
komplikasi dan banyak juga yang tidak mengalami gangguan pernapasan sama
sekali sementara sistem kekebalan tubuh melawan virus.
Dari
penelitian sebelumnya diketahui, pasien Covid-19 yang tidak merasakan
gejala apapun masih dapat menginfeksi orang lain. Oleh sebab itu, di
rumah saja adalah cara tepat untuk memutus mata rantai penyebaran virus
corona baru.
"Analisis dari banyak kasus yang dilaporkan ke SNDV
menunjukkan bahwa manifestasi kulit ini dapat dikaitkan dengan Covid-19.
Kami memperingatkan masyarakat dan tenaga medis untuk mendeteksi pasien
yang berpotensi menularkan virus secepat mungkin," kata SNDV dalam
siaran pers dilansir New York Times.
Kendati
demikian, beberapa gejala baru telah ditemukan selama sebulan terakhir
yang mungkin terkait dengan virus corona baru.
Beberapa gejala muncul
tanpa disertai gejala pernapasan.
Pada akhir Maret, British
Rhinological Society dan American Academy of Otolaryngology melaporkan
bukti anekdotal yang menunjukkan bahwa hilangnya indera penciuman dan
pengecap menjadi gejala Covid-19.
New York Times pun memberitakan, laporan dari berbagai
negara telah mengindikasikan bahwa sejumlah besar pasien Covid-19
mengalami anosmia (gangguan pada indera penciuman), kehilangan indera
penciuman, dan ageusia (masih bisa merasakan makanan, tapi kepekaannya
berkurang).
Para profesional medis belum mengetahui pasti apa yang
menyebabkan gangguan pada indera penciuman dan perasa pada pasien
Covid-19.
Beberapa virus mungkin menghancurkan sel atau reseptor
sel di hidung, sementara yang lain menginfeksi otak melalui saraf sensor
penciuman.
Kemampuan menginfeksi otak dapat menjelaskan beberapa
kasus gangguan pernapasan pada pasien Covid-19.
Bukti menunjukkan bahwa
virus corona dapat menyerang sistem saraf pusat.
Times melaporkan, beberapa pasien Covid-19 juga mengalami masalah neurologis, termasuk kebingungan, stroke, dan kejang.
Beberapa pasien juga melaporkan acroparesthesia, kesemutan, atau mati rasa di area tangan dan kaki.
Sementara pasien yang lain mengalami serangan jantung serius, tapi tanpa penyumbatan pembuluh darah.
Menurut Forbes,
banyak gejala baru yang mungkin merupakan tanda virus corona. Namun
sayangnya hal ini belum dapat ditangani lebih jauh karena semua dokter
di seluruh dunia sibuk menangani pasien Covid-19 yang terus berdatangan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar