Rabu, 15 April 2020
Sejarah Sabun, Zaman Babilonia Hingga Disempurnakan Ilmuwan Islam
Selama pandemi COVID-19,
sabun wajib ada tiap fasilitas cuci tangan. Kandungan sabun terbukti
efektif menjaga kebersihan dan mencegah infeksi virus corona.
Sabun
yang kini mudah ditemukan dalam berbagai bentuk dan fungsi, ternyata
punya sejarah panjang.
Dikutip dari Morocco World News, penemuan sabun
dimulai pada zaman Babilonia sekitar 2.800 SM.
Bangsa Mesir kuno,
Romawi, dan Yunani juga membuat sabun dengan mencampur lemak, minyak,
dan garam.
Namun saat itu, sabun
tidak dibuat untuk kebersihan diri sendiri atau personal hygiene. Sabun
dibuat untuk membersihkan produksi tekstil, medis, alat makan, dan
peralatan rumah tangga lainnya.
Untuk keperluan tersebut, sabun tersedia
dalam aroma yang kurang sedap dengan bentuk mirip sabun colek.
Dikutip dari History of Science and Technology in Islam, bentuk sabun
itulah yang disempurnakan ilmuwan muslim Abu Bakr Muhammad Ibn Zakariya
Al Razi.
Ilmuwan yang lahir di Teheran, Iran, tersebut dikenal juga
dengan nama Rhazes atau Rasis. Proses pembuatan sabun hasil modifikasi
Al-Razi menggunakan minyak wijen atau zaitun, alkali, dan lemon (lime).
Bahan sabun
tersebut dimasak sedemikian rupa hingga keras dan diberi pewangi.
Hasil
modifikasi sabun Al-Razi memudahkan masyarakat menjaga kebersihan diri
dan mencegah bau badan.
Termasuk bagi umat muslim yang tubuhnya wajib
bersih tiap kali hendak sholat dan jangan sampai berbau tidak sedap.
Modifikasi sabun bukan
satu-satunya karya Al-Razi bagi peradaban manusia.
Dikutip dari situs US
National Library of Medicine National Institutes of Health, Al-Razi
adalah seorang dokter yang terkenal.
Dia juga menguasai filsafat seperti
ditulis dalam artikel berjudul Abu Bakr Muhammad Ibn Zakariya Al Razi
(Rhazes): Philosopher, Physician and Alchemist.
Al-Razi
menjadi direktur rumah sakit di kampung halamannya Al-Rayy selama
pemerintahan Mansur Ibn Ishaq Ibn Ahmad Ibn Asad dari Dinasti Samanian.
Keunggulan Al-Razi didengar penguasa Dinasti Abbasiyah hingga dia
dipanggil Khalifah Al-Muktafi. Al-Razi kemudian menjadi direktur rumah
sakit terbesar di Baghdad.
Sebagai dokter, Al-Razi
terkenal dengan metode memilih lokasi pendirian rumah sakit. Dia
menempatkan beberapa potong daging segar di berbagai lokasi di Baghdad.
Setelah beberapa hari, Al-Razi membandingkan kesegaran potongan daging
tersebut. Lokasi rumah sakit dipilih di tempat dengan potongan daging
lebih segar, karena dianggap memiliki kualitas udara lebih baik dan
sehat.
Selama menjadi tenaga kesehatan, Al-Razi
dikenal sangat dermawan dan mementingkan aspek kemanusiaan.
Al-Razi
merawat pasien dengan mendengar tiap keluhan, saran, dan tanpa biaya.
Setelah beberapa tahun mengabdi, Al-Razi mengalami katarak di kedua
matanya hingga buta dan wafat.
Salah satu karyanya yang paling terkenal
adalah Al-Hawi fi al-Tibb yang dikenal dengan Liber Continents.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar