AC Milan sukses meraih scudetto pada Serie A
musim 1993/1994 yang lalu.
Menariknya, Rossoneri sukses meraih gelar
juara walau hanya mencetak 36 gol dari 34 laga yang dimainkan.
Milan
juga juara Liga Champions pada musim ini.
Di
era sepak bola modern, mencetak gol dianggap sebagai faktor penting
bagi sebuah tim untuk menang.
Makin banyak mencetak gol, peluang menang
pun diklaim makin besar. Makin sering menang, juara makin dekat.
Pada
musim 2019/2020 ini misalnya, Lazio secara mengejutkan mampu bersaing
di papan atas. Tajamnya lini depan Lazio yang dikomandoi Ciro Immobile
menjadi kunci.
Lazio mencetak 60 gol dari 26 laga dan berada di posisi
kedua klasemen.
Namun, yang terjadi pada Serie A musim 1993/1994
berbeda dengan wajah sepak bola saat itu. Ketika itu, tim-tim di Serie A
memprioritaskan lini belakang dan AC Milan adalah contoh paling
sempurna.
Persaingan Serie A Musim 1993/1994
Serie A musim 1993/1994 menampilkan persaingan yang
sangat sengit. AC Milan masih menjadi kekuatan utama Serie A usai sukses
meraih scudetto pada musim 1991/1992 dan 1992/1993. Milan punya skuad
yang hebat.
Lalu, ada Inter Milan yang menjadi runner-up pada
musim 1992/1993.
Kala itu, Inter Milan punya pemain top seperti Dennis
Bergkamp, Ruben Sosa, Giuseppe Bergomi, dan Walter Zenga.
Juventus
juga menjadi penantang kuat scudetto. Roberto Baggio menjadi andalan
bagi Si Nyonya Tua.
Pada musim 1993/1994, pemain yang dikenal dengan
gaya ramput kuda tersebut mencetak 17 gol di Serie A.
Selain itu,
masih ada kekuatan lama seperti Parma dan Sampdoria. Parma ketika itu
punya pemain andalan Gianfranco Zola dan Faustino Asprilla.
Sedangkan,
Sampdoria punya Roberto Mancini dan Ruud Gullit.
Lazio
juga meramaikan persaingan papan atas klasemen. Klub asal ibukota punya
mesin gol bernama Giuseppe Signori. Pada musim ini, Giuseppe Signori
sukses mencetak 23 gol dan menjadi top skor Serie A.
Milan Scudetto Musim 1993/1994
Fabio Capello yang menjadi pelatih AC Milan dibekali
banyak pemain bintang pada musim 1993/1994.
Khususnya di lini belakang.
Fabio Capello bisa menerapkan taktik bertahan atau Catenaccio dengan
sangat leluasa bermodal pemain yang ada di skuad.
Fabio Capello
masih punya sosok yang berpengaruh yakni Franco Baresi di lini belakang.
Selain itu, ada juga dua pemain muda yang performanya menanjak yakni
Alessandro Costacurta dan Paolo Maldini.
Milan juga memiliki Filippo Galli, Mauro Tassotti, dan Christian Panucci.
Di
lini tengah, Milan punya Marcel Desailly, Demetrio Albertini, Roberto
Donadoni, Brian Laudrup, dan Zvonimir Boban.
Kinerja apik mereka
menopang duet Daniele Massaro dan Jean-Pierre Papin di lini depan.
Dengan
materi pemain tersebut, Milan tampil sangat perkasa di Serie A. Milan
meraih scudetto musim 1993/1994.
Milan menutup kompetisi dengan meraih
50 poin dari 34 laga. Milan unggul tiga poin dari Juventus yang berada
di posisi kedua.
Catenaccio Racikan Fabio Capello
Lini pertahanan menjadi kunci dari sukses AC Milan
meraih scudetto pada musim 1993/1994.
AC Milan memang hanya mencetak 36
gol, tetapi mereka juga kebobolan sangat sedikit. Milan hanya kebobolan
15 gol dari 34 laga yang dimainkan.
AC Milan menjadi tim dengan
tingkat kebobolan paling sedikit dibanding tim Serie A lainnya. Juventus
yang berada di posisi kedua kebobolan 25 gol.
Jumlah gol Milan
memang sedikit, hanya 36 gol. Jumlah tersebut kalah jauh dari Juventus
yang mencetak 58 gol.
Bahkan, Inter Milan yang berada di posisi ke-13
mampu mencetak 46 gol. Sampdoria yang berada di posisi ketiga menjadi
tim paling produktif dengan 64 gol.
Namun, pertahanan adalah kunci
bagi AC Milan. Milan hanya dua kebobolan lebih dari satu gol dalam satu
laga.
AC Milan mengalami momen itu ketika kalah dengan skor 3-2 dari
Sampdoria pada laga pekan ke-10 dan imbang 2-2 lawan Udinese pada pekan
ke-32.
Milan
bahkan tidak kebobolan pada tujuh laga awal secara beruntun. Mauro
Tassotti dan kawan-kawan tercatat 22 kali cleansheet dalam satu musim.
Capaian yang luar biasa.
Cattenacio vs Total Voetbal di Liga Champions
Bukan hanya berjaya di Serie A, AC Milan juga meraih
kejayaan di Liga Champions. Rossoneri mampu melaju ke final dan berjumpa
Barcelona pada laga yang digelar di Stadion Olimpiade, Athena, 18 Mei
1994.
Saat itu, Barcelona punya trio lini depan top pada sosok
Txiki Begiristain, Romario, dan Hristo Stoichkov. Klub asal Catalan juga
dilatih sosok yang begitu sohor dengan taktik 'total voetbal' yakni
Johan Cruyff.
Namun,
yang terjadi pada laga final justru antiklimaks. Barcelona dengan gaya
bermain menyerangnya tidak mampu mencetak gol.
Josep Guardiola di lini
tengah tidak mampu menghadapi duet Albertini dan Desailly di pihak AC
Milan.
AC Milan menang dengan skor 4-0 atas Barcelona di final
Liga Champions 1993/1994. Daniele Massaro mencetak dua gol untuk AC
Milan.
Sedangkan, dua gol lainnya dicetak Dejan Savicevic dan Marcel
Desailly.
Forza Milan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar